Daud mendapat akal, suatu hari ketika Hanim dan ibunya sedang keluar rumah, Daud bekerja keras membuat lubang di dinding bilik mandi yang hanya dibuat dari papan.Suatu hari ketika Hanim hendak pergi mandi Daud bersiap menunggu sambil mengintip dari lubang bilik mandi yang telah dibuatnya, Hanim memasuki kamar mandi dengan hanya mengenakan kain tuala di tubuhnya, setelah mengunci pintu kamar mandi dengan tanpa ragu Hanim melepaskan tualanya, Daud menelan liurnya menyaksikan pemandangan indah yang terpampang di depan matanya, pemandangan indah yang berasal dari tubuh indah anak tirinya, tubuh yang begitu sekal padat dan ramping itu membuat gairah Daud bergejolak, apalagi sepasang payudara yang begitu tegang dengan sepasang puting susu berwarna merah jambu menghias indah di puncak payudara yang tegang itu, mata Daud memandang ke arah celah kangkang Hanim kelihatan bulu-bulu halus indah menghias di sekitar belahan pantat Hanim yang tembam.
Semua itu membuat dada Daud bergetar menahan nafsu, membuatnya semakin bernafsu ingin menikmati keindahan yang sedang terpampang di depan matanya. Daud tahu Hanim sering keluar dari biliknya pada malam hari untuk mencuci muka sebelum tidur. Pada malam berikutnya, Daud dengan sabar menunggu. Semasa Hanim masuk ke bilik mandi, Daud dengan senyap masuk ke bilik Hanim. Daud menunggu dengan jantung berdebar keras, Hanim masuk kembali ke dalam biliknya dan mengunci pintu Daud muncul dari belakang almari, Hanim terkejut, mulutnya ternganga, dengan pantas Daud meletakkan jari telunjuk ke mulutnya, isyarat agar Hanim jangan berteriak, Hanim undur beberapa langkah dengan perasaan takut. Daud bergerak ke arahnya dan tiba-tiba Hanim ingin menjerit, tetapi Daud dengan cepat menutup mulutnya. "Jangan menjerit!", Daud mengancam. Hanim semakin ketakutan, badannya gemetar. Daud memeluk gadis yang masih murni itu, menciumi bibirnya bertubi-tubi. Hanim terengah-engah. "Jangan takut, nanti kuberikan duit", kata Daud dengan nafas menggebu-gebu.
Bibir Hanim terus diciumi, gadis itu memejamkan matanya, merasakan nikmat, dengan mulut terbuka. Tanpa sadar, rontaan Hanim mulai lemah, bahkan kedua lengannya memanggut bahu Daud. Sekilas terbayang adegan di buku lucah yang pernah dilihatnya.Alangkah gembiranya Daud ketika Hanim mulai membalas ciuman-ciumanya .
"Pak, Pak jangan...!", Walaupun mulutnya berkata jangan, tetapi Hanim tidak menentang apabila gaunnya di lepas. Dalam sekelip mata, Hanim hanya mengenakan coli dan seluar dalam saja, itupun tidak bertahan lama. Daud membuka bajunya sendiri. Hanim melarikan diri ke tempat tidur dan menutupi tubuhnya dengan selimut, Hanim menghadap dinding, menunggu dengan dada bergetar, di hatinya terjadi pertentangan antara nafsu dan keinginan untuk mempertahankan kehormatannya, namun nafsulah yang menang. Selimut yang menutupi tubuh ditarik, Hanim dipeluk dari belakang dan dirasakannya hangatnya batang pelir Daud menunjal dan menggesek-gesek di belahan bontotnya, Hanim menggigil.Dengan bernafsu Daud menciumi tengkuk Hanim, gadis itu menggelinjang-gelinjang, rasa nikmat menyelusup ke dalam diriya.
Daud membalikkan tubuh Hanim hingga telentang, gadis itu meronta hendak melepaskan diri, Daud menindihnya, tangannya meraba-raba benjolan buah dada Hanim. Dada yang mengkal dan montok, yang selama beberapa hari ini mengisi khayalan Daud. Kembali rontaan-rontaan Hanim melemah, dirasakannya kenikmatan pada buah dadanya, yang diciumi Daud dengan berganti-ganti. Dada yang kenyal dan masih segar itu bergetar-getar, Daud membuka mulutnya dan menghisap putingnya yang merah jambu. Hanim menjerit lemah dan terus tenggelam dalam erangan kenikmatan.
Daud membalikkan tubuh Hanim hingga telentang, gadis itu meronta hendak melepaskan diri, Daud menindihnya, tangannya meraba-raba benjolan buah dada Hanim. Dada yang mengkal dan montok, yang selama beberapa hari ini mengisi khayalan Daud. Kembali rontaan-rontaan Hanim melemah, dirasakannya kenikmatan pada buah dadanya, yang diciumi Daud dengan berganti-ganti. Dada yang kenyal dan masih segar itu bergetar-getar, Daud membuka mulutnya dan menghisap putingnya yang merah jambu. Hanim menjerit lemah dan terus tenggelam dalam erangan kenikmatan.
"Pak, mm.., mm.., ja..ngan ssshh mmphh..., sshh..".Akhirnya Hanim tidak lagi memberontak, dibiarkannya payudara kiri dan kanannya dijilati dan dihisap oleh Daud. Aroma harum yang terpancar dari tubuh gadis itu benar-benar menyegarkan, membuat rangsangan berahi Daud semakin naik. Kedua bukit indah Hanim semakin mengeras dan membesar, puting yang belum pernah dihisap oleh sesiapa itu kian indah menawan, Daud terus mengulum dan mengulumnya terus.
"Pak, Saya.., takuut", Suara Hanim mendesah lembut.
"Jangan takut, tidak apa-apa..", dengan napas memburu.
"Ibu, pak. Nanti ibu bangun.., sshh.., aah..".
"aakh.., ibumu tidak akan bangun sampai besok pagi, dia sudah aku beri ubat tidur".
Hanim mulai mendesah lebih bergairah ketika tangan Daud mulai bermain di bukit pantatnya yang membengkak. Daud menekan-nekan bukit indah itu.
Hanim mulai mendesah lebih bergairah ketika tangan Daud mulai bermain di bukit pantatnya yang membengkak. Daud menekan-nekan bukit indah itu.
"Pantat Hanim tembam sungguh", bisik Daud sambil berkali-kali meneguk air liurnya, tangan Daud menguak belahan pantat. Hanim yang pada mulanya mengatupkan pahanya rapat-rapat kini mulai mengendurkannya. Sentuhan-sentuhan tangan Daud yang romantis mendatangkan rasa nikmat bukan kepalang apalagi batang pelir lelaki yang tegak itu, menggesek-gesek hangat di paha Hanim dan berdenyut-denyut.
Sebenarnya Hanim ingin sekali menggenggam batang pelir yang besarnya luar tembam itu.Sementara itu Daud menggosok-gosokkan tangannya ke pantat yang ditumbuhi rambut halus yang baru merintis indah menghiasi bukit itu. "Sssssh..., mmh..., sssh..., aakh..", Mata Hanim mengeliat-ngeliat dan pahanya pun dibuka. Daud menggesek-gesekkan kepala pelirnya di bibir pantat Hanim yang masih rapat walau sudah dikangkangkan. Secara naluriah Hanim menggenggam batang pelir Daud, ia merasa malu, keduanya saling berpandangan, Hanim malu sekali dan akan menarik kembali tangannya tetapi dicegah oleh Daud, sambil tersenyum, Ayah tiri yang telah dirasuk nafsu itu berkata, "Tidak apa-apa, Hanim! Genggamlah sayang, berbuatlah sesuka hatimu!".
Dan dengan dada berdegup Hanim tetap menggenggam batang pelir yang keras itu. Daud memejam mata menikmati belaian dan ramasan lembut pada batang pelirnya. Sementara itu tangan Daud mulai menjelajahi bahagian dalam pantat Hanim, gadis itu menjerit kecil berkali-kali. Bahagian dalam pantatnya telah basah dan licin, hujung jari Daud menyentuh-nyentuh kelentit Hanim. Hanim menggelinjang-gelinjang.
Dan dengan dada berdegup Hanim tetap menggenggam batang pelir yang keras itu. Daud memejam mata menikmati belaian dan ramasan lembut pada batang pelirnya. Sementara itu tangan Daud mulai menjelajahi bahagian dalam pantat Hanim, gadis itu menjerit kecil berkali-kali. Bahagian dalam pantatnya telah basah dan licin, hujung jari Daud menyentuh-nyentuh kelentit Hanim. Hanim menggelinjang-gelinjang.
"Bagaimana Hanim?", tanya Daud.
"Sedap..., Paak!", Jawab Hanim.Daud semangkin rakus menggentel biji kelentit Hanim dengan jari tangannya. Lalu Daud menundukkan kepalanya ke arah celah kangkang Hanim. Dipandanginya belahan pantat yang begitu indahnya, menampakkan bahagian dalamnya yang kemerahan dan licin. Daud menguakkan bibir-bibir pantat itu, maka kelihatanlah kelentitnya dari balik bibir pantat Hanim, Daud tidak dapat menahan dirinya lagi, diciumnya kelentit Hanim dengan penuh nafsu. Hanim menjerit kecil.
"Kenapa Hanim? Sakit?", tanya Daud. Mariana menggelengkan kepalanya sambil mengangkat kakinya.
Dengan bernafsu Daud menjilati pantat Hanim dan lidahnya menerobos menjilat lubang pantat Hanim, menggentel dan membelai kelentitnya. Hanim semakin tidak tahan menerima gempuran lidah Daud, tiba-tiba dirasakannya dinding pantatnya berdenyut-denyut serta seluruh tubuhnya terasa menegang dan bersamaan dengan itu ia merasakan sesuatu seperti akan menyembur dari bahagian pantatnya yang paling dalam.
Dengan bernafsu Daud menjilati pantat Hanim dan lidahnya menerobos menjilat lubang pantat Hanim, menggentel dan membelai kelentitnya. Hanim semakin tidak tahan menerima gempuran lidah Daud, tiba-tiba dirasakannya dinding pantatnya berdenyut-denyut serta seluruh tubuhnya terasa menegang dan bersamaan dengan itu ia merasakan sesuatu seperti akan menyembur dari bahagian pantatnya yang paling dalam.
"aakh..., uuggh..., Paakk..", Hanim mendesah seiring menyemburnya air mani dari dasar lubuk pantatnya.
Sementara Daud tetap menjilati pantat Hanim bahkan Daud menghisap cairan yang licin dan kental yang menyembur dari pantat Hanim yang masih suci itu, dan menelannya."Sungguh nikmat air manimu Hanim", bisik Daud mesra di telinga Hanim. Sementara Hanim memandang dengan nafsu ke arah Daud, dan Daud mengerti apa yang diingini gadis itu, kerana diapun sudah tidak tahan seperti Hanim. Batang pelir Daud sudah keras menegang. Besar dan sangat panjang. Sedangkan pantat Hanim sudah berdenyut-denyut meminta pelir Daud yang besar menjelajahinya.
Maka Daud pun mengatur posisinya di atas tubuh Hanim. Mata Hanim terpejam, menantikan saat-saat mendebarkan itu. Batang pelir Daud mulai menggesek dari sudut ke sudut, menyentuh kelentit Hanim. Hanim memeluk dan membalas mencium bibir ayah tirinya bertubi-tubi. Dan akhirnya topi baja Daud mulai mencapai mulut lubang pantat Hanim yang masih liat dan sempit. Dan Daudpun menekan pantatnya. Hanim menjerit. Bagaikan kesetanan ia memeluk dengan kuat. Tubuhnya menggigil.
Maka Daud pun mengatur posisinya di atas tubuh Hanim. Mata Hanim terpejam, menantikan saat-saat mendebarkan itu. Batang pelir Daud mulai menggesek dari sudut ke sudut, menyentuh kelentit Hanim. Hanim memeluk dan membalas mencium bibir ayah tirinya bertubi-tubi. Dan akhirnya topi baja Daud mulai mencapai mulut lubang pantat Hanim yang masih liat dan sempit. Dan Daudpun menekan pantatnya. Hanim menjerit. Bagaikan kesetanan ia memeluk dengan kuat. Tubuhnya menggigil.
"Paak, oukh.., akh..., aakh..., ooough..., sakit Pak..", Hanim merintih-rintih, pecahlah sudah selaput daranya. Sedangkan Daud tidak menghiraukanya ia terus saja menyodokkan seluruh batang pelirnya dengan perlahan dan menariknya dengan perlahan pula, ini dilakukannya berulang kali. Sementara Hanim mulai merasakan kenikmatan yang tiada duanya yang pernah dirasakannya.
"Goyangkan bontotmu ke kanan dan ke kiri sayang!", bisik Daud sambil tetap menurun-naikkan pantatnya.
"Eeegh..., yaa..., aakkhh..., oough..", jawab Hanim dengan mendesah. Kini Hanim menggoyangkan bontotnya menuruti perintah ayahnya.
Dirasakannya kenikmatan yang luar biasa pada dinding-dinding pantatnya ketika batang pelir Daud mengaduk-aduk lubang pantatnya.
Dirasakannya kenikmatan yang luar biasa pada dinding-dinding pantatnya ketika batang pelir Daud mengaduk-aduk lubang pantatnya.
"Teee..., russ..., Paak..., eeggh..., nikmat..., ooough..!", erang Hanim. Daud semakin gencar menyodok-nyodok pantat Hanim, semakin cepat pula goyangan bontot Hanim mengimbanginya hingga,
"Ouuuughh..., sa.., saya..., nakkk..., keluar.., Paak..".
"Tahan..., sebentar..., sayang..., ooouggh..".Daud mulai mengejang, diapun hampir mencapai klimaksmya. "aaGhh...", jerit Hanim sambil menekan pantat Daud dengan kedua kakinya ketika ia mencapai puncak kenikmatannya. Bersamaan dengan tekanan kaki Hanim Daud menyodokkan pelirnya sedalam-dalamnya sambil menggeram kenikmatan,
"Eeegghh..., Ooouugh..". "Creeeet..., creeet..., creeeeeeeet..". Mengalirlah air mani Daud membasahi lubang pantat Hanim yang sudah dibanjiri oleh air mani Hanim. Merekapun mencapai puncak kenikmatannya. Keduanya terkulai lemas tak berdaya dalam kenikmatan yang luar biasa dengan posisi tubuh Daud masih menindih Hanim dan batang pelirnya masih menancap dalam lubang pantat Hanim.
No comments:
Post a Comment