Monday, 15 July 2013
Me and My Teacher - 5
Dapat kulihat senyum puas ibu Anna melihat wajah menderitaku. Dalam sekejab aku merasakan sudah tidak mempunyai harga diri lagi setelah ibu Anna memperlakukanku demikian, namun dalam hati aku memohon agar ibu Anna tidak mempunyai pikiran untuk memasukan seluruh bagian penis itu. Aku kemudian melihat tangan ibu Anna mengambil sebuah botol baby oil dan menuangkan isinya ke penisnya serta ke daerah sekitar lubang anusku. Pada saat itu aku sangat jengkel sekali, ingin rasanya aku berteriak "kenapa nggak dari tadi aja!" namun kubatalkan karena takut nanti malah berakibat fatal pada diriku.
Sesaat kemudian aku merasakan ibu Anna mulai kembali mendorong penisnya yang kini sudah dilumuri baby oil. Aku dapat merasakan bantuan minyak itu dalam mengurasi sakit akibat gesekan, meskipun masih terasa sedikit sakit, namun kini sudah jauh berkurang. Kini yang kurasakan adalah betapa penis itu memenuhi ruang di rectum (bagian terluar dari usus besar) ku. Sedang tadi ketika penis itu masuk baru setengah saja aku sudah merasa begitu "penuh", apalagi sekarang ketika sudah hampir seluruhnya masuk. Seakan-akan ada sesuatu yang ingin keluar dari kerongkonganku, walaupun aku tahu itu hanya perasaanku saja.
Tak lama kemudian aku dapat merasakan paha ibu Anna yang menyentuh pahaku, tanda sudah masuknya seluruh bagian penis itu. Pada saat itu mulutku menganga lebar sedang nafasku teregah-engah seperti orang yang mau melahirkan, bahkan tubuhku sempat gemetar tak terkendali. Setelah aku mengatur nafas sejenak barulah aku mulai kembali tenang. Sesaat kemudian, ibu Anna mulai menggerakkan maju-mundur penis itu dengan perlahan. Rasa malu dan takut bercampur aduk di hatiku pada saat itu, malu karena aku serasa diperkosa oleh ibu Anna dan takut jika penis besar itu akan melukaiku dengan parah.
Dengan perlahan namun pasti, ibu Anna mulai menaikan temponya, sesekali dia berhenti untuk kembali melumuri penis itu dengan baby oil sampai penis itu benar-benar bisa sliding dengan mudah. Dan kembali aku dikhianati oleh tubuhku sendiri. Meski dengan susah payah aku mencoba menahannya, namun tetap saja aku tidak berhasil, penisku dengan perlahan mulai ereksi, apalagi kemudian ibu Anna kembali mempercepat pompaannya yang memang terasa nikmat sekali buatku. Tanpa dapat kulawan, penisku kembali full ereksi, bahkan jika tidak kutahan-tahan, ingin sekali rasanya aku mengocok penisku.
Kini ibu Anna merubah gayanya, ia menarik penisnya dengan perlahan sampai hampir keluar, kemudian memasukannya kembali dengan cepat sampai setengahnya dan demikian seterusnya. Sensasi yang kurasakan sungguh dahsyat, seandainya aku mengocok penisku pastilah aku sudah ejakulasi. Aku sendiri menjadi heran dan dalam hati aku bertanya-tanya apakah aku ini memang seorang gay? Tiba-tiba saja sebuah pikiran terlintas dalam benakku. Aku kemudian berpura-pura untuk kesakitan setiap kali ibu Anna menyodok penisnya, hal ini kulakukan karena aku sungguh malu jika ibu Anna mengetahui aku justru menikmati perbuatannya padaku. Entah karena aktingku yang buruk atau memang ibu Anna yang tidak mudah ditipu.
"Jangan pura-pura kamu" kata ibu Anna padaku.
Setelah itu dengan tiba-tiba ia menyodok penisnya sampai pahanya beradu dengan pahaku sehingga menimbukan bunyi "plok".
"Aaahh" jeritku lirih. Itu jelas-jelas jeritan kenikmatan yang tanpa sadar kukeluarkan.
"Dasar nggak tahu malu" kata ibu Anna lagi padaku.
Jika saja pada saat itu aku menoleh kebelakang, ibu Anna akan melihat wajahku yang merah padam karena malu. Sesudah itu, kembali ibu Anna mempercepat temponya, dan kembali tanpa tertahan lagi aku mendapatkan kenikmatan yang selama ini belum pernah kurasakan. Kini setelah ibu Anna mengetahui rahasiaku, aku merasa tidak ada gunanya lagi untuk berpura-pura, aku mulai dengan perlahan ikut menggerakkan pantatku mengimbangi gerakannya, serta mulutku tak henti-hentinya mengeluarkan rintihan kenikmatan. Sesekali ibu Anna menghentikan gerakannya, pada saat itulah tanpa rasa malu, aku justru menggerakan pantatku memompa penis itu. Ibu Anna tertawa terbahak-bahak setiap kali aku melakukannya, apalagi setelah ibu Anna memegang penisku, ia mendapatinya sudah benar-benar tegang.
"Dasar banci!, kamu malah horny waktu dientot" katanya dengan pedas. Katanya sambil tangannya menepuk pantatku.
"Benar-benar menjijikan" sambungnya mengejekku. Sambil tak henti-hentinya dia mengeluarkan kata-kata hinaan yang menyakitkan. Pada saat itu aku merasa terhina sekaligus terangsang mendengar caciannya.
Beberapa menit kemudian, ibu Anna menarik penisnya hingga hampir keluar dari lubang anusku. Tanpa sadar aku memundurkan pantatku agar penisnya tidak keluar, kemudian dengan gerakan perlahan, ibu Anna berjalan mundur. Aku tahu ini dimaksudkan agar aku mengikutinya. Aku hampir saja terjerembab ke depan setelah kedua tanganku yang terikat, tidak lagi mempunyai tempat tumpuan, namun dengan sigap ibu Anna memegang kedua pinggulku agar aku tidak terjatuh. Dapat kurasakan kedua tangannya yang halus menahan berat tubuhku, dalam hati aku heran juga bagaimana caranya wanita yang dari luar tampak anggun ini bisa mempunyai tenaga yang lumayan kuat. Kemudian dengan perlahan aku mencoba meletakkan tanganku di lantai, karena tubuhku boleh dibilang lentur, berkat sering bermain sepakbola, dengan mudah aku dapat melakukannya. Dan dengan keadaan demikianlah kami secara perlahan berjalan keluar dari kamar mandi itu.
Sesampainya di tepi ranjang, ibu Anna membantuku untuk berbaring telentang di tengah-tengah ranjang itu, sedangkan dia kini berada diatas tubuhku, kami melakukannya tanpa membuat penis itu keluar dari tempatnya. Kedua tangannya menggenggam kedua pergelangan kakiku kemudian merentangkan keduanya, setelah itu dengan perlahan kedua kakiku didorongnya hingga lututku hampir menyentuh dadaku yang mengakibatkan bagian pinggang kebawah terangkat ke atas. Sesudah itu, ibu Anna kembali memompa penisnya dengan perlahan dalam lubang anusku. Setelah beberapa saat lamanya, ibu Anna mempercepat pompaannya. Aku tidak bisa menjelaskan apa yang kurasakan saat itu, namun jelas itu adalah sebuah kenikmatan yang luar biasa.
"Mana suaranya?" tanya ibu Anna sambil mempercepat pompaannya. Dengan suara perlahan aku merintih-rintih kenikmatan.
"Yang kenceng! perek" bentak ibu Anna gusar, sambil dengan tiba-tiba dia menghujamkan penisnya dalam-dalam.
"Aaahh" jeritku tak dapat menahan sensasi yang kualami.
Ibu Anna terus memompa dengan kencang, sampai-sampai terdengar bunyi beradunya paha ibu Anna dengan pantatku. Aku terus-terusan menjerit histeris seperti layaknya pelacur setelah menerima kenikmatan yang bertubi-tubi. Inilah kali pertamanya dalam hidupku, aku mengalami kenikmatan yang begitu intens. Meskipun baru pertama kalinya aku melakukan seks seperti itu, namun aku dapat mengatakan dengan pasti jika ibu Anna benar-benar ahli dalam hal itu. Terkadang ibu Anna memperlambat, kemudian mempercepat pompaannya dengan tiba-tiba. Sesaat kemudian ibu Anna berhenti secara tiba-tiba sehingga membuatku menjerit-jerit frustasi akibat ulahnya.
"Kamu harus memohon" katanya sambil menahan tawa melihat tingkahku yang seperti pelacur murahan.
"Please bu" kataku dengan terengah-engah.
"Please apa?" katanya lagi padaku.
"Please bu.. Saya mohon ibu melakukannya" kataku dengan lemah.
"Melakukan apa?" tanyanya lagi seakan masih tidak puas mendengar ucapanku. Aku terdiam sejenak untuk berpikir kata apa yang akan kugunakan untuk menjawabnya.
"Senggama" jawabku setelah berpikir.
"Dasar kontol, lu kira sekarang ini lagi belajar bahasa indonesia hah!, bilang ngentot" kata ibu Anna dengan gusar mendengar jawabanku yang memang konyol itu.
"Saya mohon ibu Anna ngentotin saya" kataku tanpa malu-malu lagi setelah tersiksa dengan kenikmatan yang kini tertunda.
"Ngentotin apa kamu?" kembali dengan menjengkelkan, ibu Anna bertanya padaku.
"Lubang anus saya" jawabku cepat.
"Untuk selanjutnya bilang vagina, ngerti?" kata ibu Anna setelah mendengar ucapanku. Aku segera mengiyakan perkataannya.
"Sekarang bilang yang lengkap" katanya padaku sambil tangannya merenggangkan kakiku lebih lebar lagi, dan menarik penisnya sehingga tinggal ujungnya saja yang masih tertanam dalam "memekku".
"Saya mohon ibu mau ngengtotin vagina saya" kataku padanya cepat karena khawatir ibu Anna akan berubah pikiran.
"Yang keras" sahut ibu Anna mendengar perkataanku.
"Saya mohon ibu mau ngentotin vagina saya" jawabku setengah berteriak karena frutasi.
Aku sudah tidak peduli jikalau ada orang yang mendengar perkataanku itu, sekarang ini sudah tidak ada logika dalam kepalaku, yang ada hanyalah nafsu birahi. Sedetik kemudian, dengan cepat ibu Anna menghujamkan penisnya sampai pangkalnya.
"Aaahh" jeritku panjang merasakan nikmat dan perih yang menjadi satu.
Setelah diam dalam posisi demikian sejenak, kemudian barulah dia mulai menggerakan pinggulnya memompa penisnya didalam memekku. Dengan konstan, ibu Anna mempercepat pompaannya sampai sesaat kemudian dia sudah mencapai kecepatan maksimal. Derit ranjang serta derai keringat yang jatuh ke tubuhku seakan menjadi bukti liarnya permainan kami. Belum pernah penisku sedimikian tegangnya dalam hidupku sebelumnya, sampai-sampai terasa nyeri akibat banyaknya darah yang terkumpul disana. Setelah sekitar semenit ibu Anna memompaku dengan kecepatan luar biasa, dengan tiba-tiba dia kembali menghujamkan penisnya dalam-dalam, dan tahu-tahu saja aku merasa ada sesuatu yang ingin keluar dari dalam tubuhku.
"Aaahh" jeritku dengan kencang ketika penisku sudah tidak tahan lagi untuk melepaskan sperma yang sudah lama terkumpul di testisku.
Dengan kencang, spermaku menyembur keluar mengenai perutku. Untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku mengalami ejakulasi meskipun aku sama sekali tidak menyentuh penisku. Setelah itu gelombang demi gelombang kenikmatan menjalar diseluruh bagian tubuhku, sehingga tanpa dapat kutahan tubuhku gemetar karena menahan nikmat. Mataku kupejamkan untuk lebih menikmati moment itu, moment terindah dalam hidupku saat itu. Ini adalah orgame yang terhebat dalam hidupku.
"Menjijikan" kata ibu Anna sambil menarik keluar penisnya dan melepaskan kedua pergelangan kakiku yang dipegangannya.
Selang beberapa saat kemudian barulah aku mulai dapat menguasai diriku. Aku merasa kosong sekali setelah penis itu meninggalkan tempatnya, seakan perutku tadi dibelit ikat pinggang yang kencang, dan sekarang sudah dilepaskan. Ketika kubuka mataku, kulihat ibu Anna sudah berada di sebelahku. Tangannya memegang sendok plastik, dan dengan benda itu, ibu Anna menyendoki seluruh sperma di perutku.
"Bangun" kata ibu Anna padaku.
Dengan malas aku mencoba untuk menegakkan tubuhku. Hampir seluruh bagian tubuhku terasa lemah, padahal bisa dibilang sedari tadi ibu Anna lah yang bekerja. Sesaat kemudian aku sudah duduk tegak di ranjang, kulihat ibu Anna menuangkan sperma yang tadi di tampungnya di sendok ke penisnya dengan merata.
Bersambung . . . .
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment